Informed Consent, Hak Paten, dan Pemanfaatan Teknologi Genomik

Anastasia Cindy dan Fajar Supriyanto

Masalah hukum atas persetujuan dengan penjelasan (PSP) atau informed consent dari pasien dan/atau donor dalam pemberian hak paten terhadap hasil penelitian genetika tidak bisa dianggap enteng. Kasus Moore vs the Regents of the University of California (UCLA) dan kasus Greenberg vs Rumah Sakit Anak Miami (RSAM) merupakan contoh yang tepat.

Kasus pertama terjadi tahun 1976. Seorang penderita hairy-cell leukemia bernama John Moore direkomendasikan untuk dilakukan splenektomi (operasi pengangkatan limpa) oleh Dr. David Golde, seorang dokter dari UCLA Medical Center. Moore menyetujui rekomendasi tersebut dengan menandatangani persetujuan tertulis untuk splenektomi. Tanpa sepengetahuan Moore, Dr. Golde dan asisten penelitinya mengambil jaringan dari limpa Moore karena menyadari nilainya untuk kemungkinan pengembangan pengobatan kanker. Mereka pun berhasil membuat garis sel dari limfosit T Moore yang diekstraksi, kemudian mematenkan garis sel tersebut.

Moore menggugat Dr. Golde untuk mengklaim hak kepemilikan atas paten tersebut serta menuntut ganti rugi atas pelanggaran kewajiban profesional Dr. Golde. Mahkamah Agung California menolak klaim hak kepemilikan atas paten karena Moore bukan penemunya. Namun, hakim memutuskan bahwa Dr. Golde memiliki fiduciary duty untuk mendapatkan PSP dari Moore tentang kepentingan ekonomi atau pribadi dalam menggunakan atau mempelajari jaringan tubuh Moore.

Kasus kedua diawali dengan keluarga Greenberg yang meminta bantuan Dr. Reuben Matalon untuk mempelajari penyakit Canavan yang menyerang anak-anak dari keluarga Yahudi Ashkenazi. Greenberg berharap Dr. Matalon dapat mencari gen yang terkait dengan penyakit tersebut, sehingga dapat dilakukan tes kepada pembawa gen dan juga dilakukan tes prenatal terhadap kondisi tersebut.

Dr. Matalon dan timnya berhasil menemukan penyebabnya dan mengembangkan tes diagnostik genetik. Hasilnya diajukan paten atas gen yang terkait penyakit Canavan. Greenberg mengajukan gugatan kepada RSAM untuk mendapatkan hak paten atas penelitian tersebut. Alasannya adalah para peserta penelitian tidak diberitahu tentang rencana RSAM mengkomersialkan hasil penelitian dan membatasi akses ke pengujian penyakit Canavan. Gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Distrik Amerika Serikat.

Kedua kasus tersebut dapat dikatakan sebagai contoh dari kedokteran presisi (precision medicine) mengingat pengobatannya spesifik ditujukan kepada pasien tertentu yakni John Moore dan keluarga Yahudi Ashkenazi. Berbeda dengan di Amerika, pelayanan kedokteran presisi dan genomik di Indonesia masih tergolong baru termasuk regulasinya.

Menurut UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), teknologi genomik merupakan salah satu teknologi biomedis yang dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kedokteran presisi. Merujuk laporan Genomics: Leapfrogging into the Indonesian Healthcare Future yang disusun East Ventures tahun 2023, genomik dan kedokteran presisi memungkinkan dokter mendiagnosis lebih akurat serta menyesuaikan pengobatan dan terapi dengan kebutuhan spesifik pasien. Para peneliti kesehatan juga dapat memprediksi penyakit tertentu yang mungkin berkembang pada seorang individu. Hasilnya adalah dapat dilakukan intervensi dan pencegahan lebih awal, serta menciptakan obat-obatan yang lebih spesifik dan efektif bagi individu tersebut.

Dalam rangka pemanfaatan teknologi genomik, UU Kesehatan menentukan bahwa pengambilan, penyimpanan jangka panjang, serta pengelolaan dan pemanfaatan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data terkait wajib mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau donor. Apabila pihak industri atau pihak lain yang memiliki kepentingan komersial mau melakukan penelitian dan pengembangan kesehatan dengan menggunakan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan/atau data genomik, maka selain harus memastikan pasien dan/atau donor telah memberikan persetujuannya, pihak-pihak tersebut juga harus mendapatkan izin dari Pemerintah Pusat.

Pemberian persetujuan dalam penelitian kesehatan sebelumnya sudah diatur dalam PP No. 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/MENKES/SK/X/2002 Tahun 2002 tentang Persetujuan Penelitian Kesehatan terhadap Manusia. Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional telah mengatur mengenai PSP dalam penelitian genetika. Data dan informasi kesehatan dari pasien dan/atau donor juga merupakan bagian dari data pribadi berdasarkan Pasal 20–Pasal 22 UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Menjadi penting untuk memenuhi ketentuan mengenai pemrosesan data pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 20–Pasal 22.

Pada prinsipnya, penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap manusia hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari manusia yang bersangkutan, baik tertulis maupun lisan. Itu pun harus setelah mendapatkan informasi yang akurat terkait penelitian tersebut. Dalam penelitian genetika, PSP menjadi wajib dalam rangka memberikan kesempatan kepada calon subjek untuk memilih ikut serta dalam penelitian tersebut.

Kedua kasus yang terjadi di Amerika terjadi ketika para pasien tidak dimintakan PSP dalam hal pengajuan hak paten terhadap hasil penelitian yang menggunakan gen mereka. Pada hakikatnya, UU Paten dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Permohonan Paten tidak mengatur persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh calon inventor di bidang teknologi genomik ketika mengajukan permohonan paten.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Permohonan Paten mengharuskan pencantuman keterangan “yang diperlukan untuk pemahaman, penelusuran, dan pemeriksaan invensi” dalam deskripsi tentang invensi. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal yang diperlukan untuk pemahaman, penelusuran, dan pemeriksaan invensi yang dihasilkan dari penelitian dan pengembangan di bidang teknologi genomik.

Ketiadaan itu patut menjadi perhatian mengingat telah berlaku berbagai peraturan yang mengatur secara spesifik mengenai PSP dalam penelitian dan pengembangan kesehatan. Termasuk pula yang menggunakan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan/atau data genomik.

*Tulisan ini dipublikasikan di Hukumonline pada tanggal 1 Oktober 2024 dengan link sebagai berikut: https://www.hukumonline.com/berita/a/informed-consent--hak-paten--dan-pemanfaatan-teknologi-genomik-lt66fb741fdf232/?page=all

Previous
Previous

Kerusakan Lingkungan Timah vs Exxon Valdez